Monday 27 May 2013

MELAKUKAN TINJAUAN PUSTAKA

Tahapan ini seharusnya selalu dilakukan ketika akan memulai penelitian. Tinajauan dilakukan untuk memberikan fondasi yang solid dalam mengembangkan pengetahuan. Selain itu, menurut Webster dan Watson (2002; h. xiii), “It facilitates theory development, closes areas where a plethora of research exists, and uncovers areas where research is needed.” Ini memfasilitasi pengembangan teori, menutup daerah di mana sejumlah besar penelitian yang ada, dan mengungkapkan daerah mana penelitian diperlukan.

Dalam praktik, hasil  tinjauan pustaka bisa menjadi sebuah bab dalam tesis atau disertasi (dalam bentuk monograf), atau dalam bentuk artikel. Pada tahap penyusunan proposal penelitian pun, seharusnya review ini dilakukan.


Seringkali artikel yang diklaim sebagai tinjauan pustaka, sebetulnya belum kredibel disebut demikian. Betul, artikel didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi proses review tidak dilakukan secara sistematis. Heeks dan Bailur (2007) menyebutnya dengan metode ‘hunt and peck‘ (berburu dan mematuk), ‘berburu’ artikel seketemunya dan kemudian ‘dipatuk’. Justru metode inilah yang banyak kita temukan. Dalam konteks Indonesia, akses basis data artikel yang terbatas, seringkali menjadi biangnya. Namun, perkembangan terakhir nampaknya cukup menggemberikan karena semakin banyak universitas yang melanggani layanan portal jurnal, semacam ProQuest, ScienceDirect, Ebsco, atau yang lainnya; baik secara mandiri maupun melalui Kopertis dan Ditjen Dikti Depdikbud. Untuk basisdata artikel terbitan Indonesia, Portal Garuda yang dikelola oleh Ditjen Dikti semakin berkembang, dan bisa dijadikan rujukan tinjauan pustaka.

Bagaimana seharusnya tinjauan dilakukan? Artikel Webster dan Watson (2002) memberikan panduan yang sangat praktis.

Pertama, secara umum, proses diawali dengan melakukan identifikasi literatur yang relevan. Kita bisa gunakan kata kunci atau kombinasi kata kunci untuk mengumpulkan artikel. Misalnya, ketika saya akan melakukan artikel tentang eGovernment di negara berkembang, maka saya gunakan kombinasi kata kunci: electronic government dan developing country, eGovernment dan developing country, digital government dan developing country. Beragam portal jurnal saya gunakan. Pencarian dapat diatur pada bagian yang kita inginkan, seperti hanya pada judul, abstrak, kata kunci, atau keseluruhan teks. Variabel waktu juga bisa ditambahkan, misalnya hanya pada artikel yang terbit pada tahun 2005 sampai 2010. begitu juga outlet publikasi, hanya jurnal atau termasuk prosiding. Artikel relevan lain juga bisa dikumpulkan dengan melihat daftar referensi yang digunakan oleh artikel yang sudah kita temukan. Berapa artikel yang dimasukkan? Beragam dan tergantung ketersediaan dan kedalaman review yang dilakukan. Misalnya, Van de Ven dan Poole (1995) melalukan review terhadap 200.000 judul, 2.000 abstrak, dan 200 artikel.

Kedua, yang perlu dilakukan akan mengembangkan rerangka atau framework yang akan kita gunakan untuk mengkategorisasikan artikel. Jika kita bisa mendapatkan artikel sebelumnya yang bisa diacu, akan sangat mudah. Namun tidak selamanya seperti itu. Misalnya, dalam menggelompokkan artikel tentang enterprise resource planning (ERP), kita bisa gunakan tahapan daur-hidup ERP yang dikembangkan oleh Esteves dan Pastor (2001) yang terdiri dari adoption decision, acquisition, implementation, use and maintenance, evolution, dan retirement -Keputusan adopsi, akuisisi, implementasi, penggunaan dan pemeliharaan, evolusi, Dan pensiun. Artikel yang kita kumpulkan kita baca satu persatu untuk dimasukkan ke dalam kelompok yang tepat. Jika kita bisa bekerja dengan kolega, maka hasil akan menjadi lebih valid karena ada proses saling memeriksa. Perlu diingat, untuk setiap konsep atau kategori yang kita gunakan, berikan definisi yang jelas.

Jika kita tidak menemukan rerangka yang bisa gunakan secara langsung, alterabtifnya adalah dengan mengembangkan rerangka sendiri. Tentu usaha untuk membangun argumen menjadi lebih berat. Kita bisa mendapatkan ide konsep dari hasil pembacaan terjadap artikel yang ada. Rerangka ini akan direvisi berkali-kali melalui proses coding dan re-coding. Bisa jadi pada tahap awal, kita gunakan kode A, B, C, D, dan E. Ternyata dalam perjalanannya, kode ini bisa bertambah, atau banhkan berkurang karena digabung.

Dalam tahapan ini, tinjauan harusnya concept-centric dan bukan author-centric. Yang terakhir ini sering saya temui, dan tidak dapat digunakan untuk melakukan sintesis. Concept-centric dilakukan dengan mengelomppokkan artikel berdasar konsep yang didiskusikan, sedang author centric berdasar pengarangnya. Misalnya, sewaktu saya mereview artikel tentang eGovernment di negara berkembang, salah satu konsep yang saya gunakan adakan ‘adopsi’. Berdasar konsep ini, sejumlah artikel saya temukan. Setelah dilakukan pembacaan, ternyata artikel dapat dikelompokkan lagi ke dalam sub-kategori yang terkait dengan ‘adopsi, yaitu faktor penentu adopsi, proses adopsi, dan hambatan adopsi. Kita pun akhirnya bisa mengelaborasi lebih lanjut, dengan memberikan ilustrasi berdasar penjelasan teoritis, temuan penelitian sebelumnya, atau contoh praktis (Webster dan Watson, 2002). Bisa jadi, ditemukan lagi pola tambahan subsub-kategori. Hanya saja, perlu diperhatikan seberapa detil pengelompokkan dilakukan. Apakah akan memberikan tilikan (insights) baru atau justru mengaburkan konsep utama? Kita bisa timbang-timbang.

Pengelompokkan juga bisa dilakukan berdasar serangkaian konsep, misal selain terkait dengan tema penelitian, juag dilakukan berdasar epistemologi penelitian, metode penelitian, unit analisis, atau yang lainnya.
Hasil tahapan ini bisa disajikan dalam tabel atau tabulasi-silang antar dua kategorisasi (misal antara domain dan unit analisis).

Ketiga, karena tujuan tinjauan atau review adalah memetakan masa lalu dan menawarkan agenda ke depan, maka, tahapan selanjutnya adalah mendiskusikan apa yang sudah dilakukan oleh penelitian sebelumnya dan apa yang belum. Identifikasi ini akan memberikan daftar agenda penelitian yang bisa dilakukan pada masa akan datang. Atau membangun teori baru berdasar sintesis yang dilakukan, dengan proposisinya. Tentu proses ini seringkali tidak serta merta. Perlu proses kontemplasi, perenungan, dan mungkin membaca artikel tambahan.
Dalam menulis laporan hasil atau artikel literature review, Webster dan Watson (2002; h. xxi) memberikan ‘resep’ yang bisa diikuti.

1.  memotivasi topik penelitian dan menjelaskan kontribusi dari tinjauan
2. menjelaskan konsep-konsep kunci
3.    melukiskan batas-batas penelitian
4.   tinjauan literatur sebelumnya yang relevan
5.  mengembangkan sebuah model untuk memandu penelitian masa depan
6.  membenarkan proposisi dengan menghadirkan penjelasan teoritis, temuan empiris masa lalu, dan contoh-contoh praktis
7.  menyajikan menyimpulkan implikasi


Sudah jelas belum? Penjelasan lebih detil bisa diakses di artikelnya Webster dan Watson (2002).
Apa akibatnya jika literature review tidak dilakukan secara memadai? Duplikasi penelitian adalah salah satunya. Ini seperti mendesain kembali roda yang sudah ditemukan orang lain ratusan tahun lalu.

Daftar bacaan

Esteves, J., dan Pastor, J. (2001). Enterprise resource planning systems research: An annotated bibliography. Communications of the Association for Information Systems, 7.

Fathul Wahid. 2012. Melakukan "literature review". publikasiinternasional.
Heeks, R., dan Bailur, S. (2007). Analyzing e-government research: Perspectives, philosophies, theories, methods, and practice. Government Information Quarterly, 24, 243-265.
Van de Ven, A. H., dan Poole, M. S. (1995). Explaining development and change in organizations.
Academy of Management Review, 20(3), 510–540.
Webster, J., dan Watson, R. T. (2002). Analyzing the past to prepare for the future: Writing a literature review. MIS Quarterly, 26(2), xiii-xxiii.

No comments:

Post a Comment