Tahapan ini seharusnya selalu dilakukan ketika akan memulai
penelitian. Tinajauan dilakukan untuk memberikan fondasi yang solid dalam
mengembangkan pengetahuan. Selain itu, menurut Webster dan Watson (2002;
h. xiii), “It facilitates theory development, closes areas where a plethora of research exists, and uncovers areas where research is needed.” Ini memfasilitasi pengembangan teori, menutup daerah di mana sejumlah besar penelitian yang ada, dan mengungkapkan daerah mana penelitian diperlukan.
Dalam praktik, hasil tinjauan pustaka bisa menjadi sebuah bab dalam
tesis atau disertasi (dalam bentuk monograf), atau dalam bentuk artikel.
Pada tahap penyusunan proposal penelitian pun, seharusnya review ini
dilakukan.
Seringkali artikel yang diklaim sebagai tinjauan pustaka, sebetulnya
belum kredibel disebut demikian. Betul, artikel didasarkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi proses review tidak dilakukan
secara sistematis. Heeks dan Bailur (2007) menyebutnya dengan metode ‘hunt and peck‘ (berburu dan mematuk),
‘berburu’ artikel seketemunya dan kemudian ‘dipatuk’. Justru metode
inilah yang banyak kita temukan. Dalam konteks Indonesia, akses
basis data artikel yang terbatas, seringkali menjadi biangnya. Namun,
perkembangan terakhir nampaknya cukup menggemberikan karena semakin
banyak universitas yang melanggani layanan portal jurnal, semacam
ProQuest, ScienceDirect, Ebsco, atau yang lainnya; baik secara mandiri
maupun melalui Kopertis dan Ditjen Dikti Depdikbud. Untuk basisdata
artikel terbitan Indonesia, Portal Garuda yang dikelola oleh Ditjen
Dikti semakin berkembang, dan bisa dijadikan rujukan tinjauan pustaka.
Bagaimana seharusnya tinjauan dilakukan? Artikel Webster dan Watson (2002) memberikan panduan yang sangat praktis.
Pertama, secara umum, proses diawali dengan melakukan identifikasi
literatur yang relevan. Kita bisa gunakan kata kunci atau kombinasi kata
kunci untuk mengumpulkan artikel. Misalnya, ketika saya akan melakukan
artikel tentang eGovernment di negara berkembang, maka saya gunakan
kombinasi kata kunci: electronic government dan developing country,
eGovernment dan developing country, digital government dan developing
country. Beragam portal jurnal saya gunakan. Pencarian dapat diatur pada
bagian yang kita inginkan, seperti hanya pada judul, abstrak, kata
kunci, atau keseluruhan teks. Variabel waktu juga bisa ditambahkan,
misalnya hanya pada artikel yang terbit pada tahun 2005 sampai 2010.
begitu juga outlet publikasi, hanya jurnal atau termasuk prosiding.
Artikel relevan lain juga bisa dikumpulkan dengan melihat daftar
referensi yang digunakan oleh artikel yang sudah kita temukan. Berapa
artikel yang dimasukkan? Beragam dan tergantung ketersediaan dan
kedalaman review yang dilakukan. Misalnya, Van de Ven dan Poole (1995)
melalukan review terhadap 200.000 judul, 2.000 abstrak, dan 200 artikel.
Kedua, yang perlu dilakukan akan mengembangkan rerangka atau
framework yang akan kita gunakan untuk mengkategorisasikan artikel. Jika
kita bisa mendapatkan artikel sebelumnya yang bisa diacu, akan sangat
mudah. Namun tidak selamanya seperti itu. Misalnya, dalam
menggelompokkan artikel tentang enterprise resource planning (ERP), kita
bisa gunakan tahapan daur-hidup ERP yang dikembangkan oleh Esteves dan
Pastor (2001) yang terdiri dari adoption decision, acquisition,
implementation, use and maintenance, evolution, dan retirement -Keputusan adopsi, akuisisi, implementasi, penggunaan dan pemeliharaan, evolusi, Dan pensiun. Artikel
yang kita kumpulkan kita baca satu persatu untuk dimasukkan ke dalam
kelompok yang tepat. Jika kita bisa bekerja dengan kolega, maka hasil
akan menjadi lebih valid karena ada proses saling memeriksa. Perlu
diingat, untuk setiap konsep atau kategori yang kita gunakan, berikan
definisi yang jelas.
Jika kita tidak menemukan rerangka yang bisa gunakan secara langsung,
alterabtifnya adalah dengan mengembangkan rerangka sendiri. Tentu usaha
untuk membangun argumen menjadi lebih berat. Kita bisa mendapatkan ide
konsep dari hasil pembacaan terjadap artikel yang ada. Rerangka ini akan
direvisi berkali-kali melalui proses coding dan re-coding. Bisa jadi
pada tahap awal, kita gunakan kode A, B, C, D, dan E. Ternyata dalam
perjalanannya, kode ini bisa bertambah, atau banhkan berkurang karena
digabung.
Dalam tahapan ini, tinjauan harusnya concept-centric dan bukan author-centric.
Yang terakhir ini sering saya temui, dan tidak dapat digunakan untuk
melakukan sintesis. Concept-centric dilakukan dengan mengelomppokkan
artikel berdasar konsep yang didiskusikan, sedang author centric
berdasar pengarangnya. Misalnya, sewaktu saya mereview artikel tentang
eGovernment di negara berkembang, salah satu konsep yang saya gunakan
adakan ‘adopsi’. Berdasar konsep ini, sejumlah artikel saya temukan.
Setelah dilakukan pembacaan, ternyata artikel dapat dikelompokkan lagi
ke dalam sub-kategori yang terkait dengan ‘adopsi, yaitu faktor penentu
adopsi, proses adopsi, dan hambatan adopsi. Kita pun akhirnya bisa
mengelaborasi lebih lanjut, dengan memberikan ilustrasi berdasar
penjelasan teoritis, temuan penelitian sebelumnya, atau contoh praktis
(Webster dan Watson, 2002). Bisa jadi, ditemukan lagi pola tambahan
subsub-kategori. Hanya saja, perlu diperhatikan seberapa detil
pengelompokkan dilakukan. Apakah akan memberikan tilikan (insights) baru
atau justru mengaburkan konsep utama? Kita bisa timbang-timbang.
Pengelompokkan juga bisa dilakukan berdasar serangkaian konsep, misal
selain terkait dengan tema penelitian, juag dilakukan berdasar
epistemologi penelitian, metode penelitian, unit analisis, atau yang
lainnya.
Hasil tahapan ini bisa disajikan dalam tabel atau tabulasi-silang
antar dua kategorisasi (misal antara domain dan unit analisis).
Ketiga, karena tujuan tinjauan atau review adalah memetakan masa lalu dan
menawarkan agenda ke depan, maka, tahapan selanjutnya adalah
mendiskusikan apa yang sudah dilakukan oleh penelitian sebelumnya dan
apa yang belum. Identifikasi ini akan memberikan daftar agenda
penelitian yang bisa dilakukan pada masa akan datang. Atau membangun
teori baru berdasar sintesis yang dilakukan, dengan proposisinya. Tentu
proses ini seringkali tidak serta merta. Perlu proses kontemplasi,
perenungan, dan mungkin membaca artikel tambahan.
Dalam menulis laporan hasil atau artikel literature review, Webster
dan Watson (2002; h. xxi) memberikan ‘resep’ yang bisa diikuti.
1. memotivasi topik penelitian dan menjelaskan kontribusi dari tinjauan
2. menjelaskan konsep-konsep kunci
3. melukiskan batas-batas penelitian
4. tinjauan literatur sebelumnya yang relevan
5. mengembangkan sebuah model untuk memandu penelitian masa depan
6. membenarkan proposisi dengan menghadirkan penjelasan teoritis, temuan empiris masa lalu, dan contoh-contoh praktis
7. menyajikan menyimpulkan implikasi
Sudah jelas belum? Penjelasan lebih detil bisa diakses di artikelnya Webster dan Watson (2002).
Apa akibatnya jika literature review tidak dilakukan secara memadai?
Duplikasi penelitian adalah salah satunya. Ini seperti mendesain kembali
roda yang sudah ditemukan orang lain ratusan tahun lalu.
Daftar bacaan
Esteves, J., dan Pastor, J. (2001). Enterprise resource planning systems research: An annotated bibliography. Communications of the Association for Information Systems, 7.
Fathul Wahid. 2012. Melakukan "literature review". publikasiinternasional.
Heeks, R., dan Bailur, S. (2007). Analyzing e-government research: Perspectives, philosophies, theories, methods, and practice. Government Information Quarterly, 24, 243-265.
Van de Ven, A. H., dan Poole, M. S. (1995). Explaining development and change in organizations.
Academy of Management Review, 20(3), 510–540.
Webster, J., dan Watson, R. T. (2002). Analyzing the past to prepare for the future: Writing a literature review. MIS Quarterly, 26(2), xiii-xxiii.
No comments:
Post a Comment