Tuesday 10 June 2014

BAGAIMANA MEMBUAT PROPOSAL PENELITIAN


Membuat proposal penelitian atau juga proposal skripsi/tesis merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka membuat suatu penelitian atau sebagai tugas akhir di perguruan tinggi. Proposal itu itu dibuat menggabungkan seni dan ilmu. Mengapa demikian karena tidak semua proposal itu sama, tetapi divariasikan oleh disiplin ilmu, kebiasaan yang berlaku dan sebagainya. Bagaimana membuat proposal pada umumnya diuraikan sebagai berikut.

A. HALAMAN JUDUL

Halaman judul memuat : judul, jenis laporan, lambang Perguruan Tinggi, nama dan NIM, nama jurusan, nama program studi, nama perguruan tinggi dan tahun pengajuan.

Judul Usulan Penelitian : Judul hendaknya dibuat singkat dan jelas, menggambarkan konsep dan topik dari penelitian dan menggambarkan adanya keterkaitan antara variable, lokasi penelitian dan tahun penelitian. Diketik dengan menggunakan huruf kapital, tidak boleh disingkat dan format ketikan dalam bentuk piramida terbalik ( V ).

Jenis Laporan : Jenis laporan adalah usulan penelitian. Lambang Institusi Perguruan Tinggi Nama mahasiswa dan NIM Nama Jurusan Nama Program Studi Nama Perguruan Tinggi Tahun Pengajuan : Tahun pengajuan adalah tahun dimana usulan penelitian tersebut diajukan

B. HALAMAN PERSETUJUAN

Memuat: judul usulan penelitian, persetujuan dosen pembimbing beserta tanda tangan dan waktu persetujuan

C. DAFTAR ISI

Daftar Isi merupakan daftar yang menunjukkan isi bagian-bagian dalam skripsi maupun sub-sub bagiannya beserta nomor halamannya.

D. ISI

Terdiri dari beberapa bab dan dari beberapa bab tersebut masih terdapat beberapa sub bab.

BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Memuat tentang gambaran tema permasalahan di lokasi penelitian yang akan dibahas dan berkaitan dengan penelitian yang akan dijalankan, diuraikan dari masalah yang luas ke arah masalah yang khusus. Oleh karena itu diperlukan data studi awal di lokasi tempat penelitian.

Ada 4 kriteria latar belakang yang baik:

Adanya “seriousness of problem”, Adanya “sense of urgency” ( masalah yang harus segera ditangani Adanya “political will” (kebijaksanaan dari organisasi atau politis Adanya “manage – ability” ( direkomendasikan oleh pihak manajemen ).

Bagian ini harus mampu menjawab pertanyaan “mengapa memilih topik tersebut”

2. Perumusan Masalah

Dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya yang tegas dan jelas, serta menggambarkan arah hubungan antar dua variabel atau lebih. Misalnya adakah, apakah, bagaimanakah, dan lainnya.

3. Batasan Masalah

Batasan masalah adalah pembatasan ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian, dimana pembatasan tersebut meliputi: tema/topik, area atau wilayah yang diteliti, sumber informasi, lokasi penelitian serta waktu penelitian.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi :

a. Tujuan Umum ; Meliputi tujuan yang akan dicapai secara menyeluruh yang dapat menjawab tema / judul penelitian

b. Tujuan Khusus ; Meliputi jabaran atau rincian dari tujuan umum secara operasional sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah. Tujuan khusus akan menggambarkan hasil dan pembahasan yang akan diperoleh dari penelitian ini. 5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian meliputi: 1) manfaat bagi pengguna (user), 2) pengembangan keilmuan dan 3) bagi peneliti, sehingga scara khusus hasil penelitian memberikan masukan bagi si peneliti, masyarakat, instansi terkait dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta diharapkan dapat dijadikan pertimbangan sebuah kebijakan.

6. Keaslian/Originalitas Penelitian

Keaslian penelitian mencerminkan kemampuan mahasiswa untuk menelusuri dan mengidentifikasi penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian yang dilakukannya.Setiap penelitian dilakukan dalam konteks lingkungan yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sekalipun penelitian tersebut merupakan replikasi penelitian sebelumnya. Pernyataan tentang keaslian penelitian meliputi identifikasi persamaan penelitian sebelumnya yang sangat relevan dan perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukannya.

Perbedaan dan persamaan penelitian dengan penelitian terdahulu dapat meliputi : kerangka teori, penerapan teori dalam situasi spesifik atau populasi khusus atau generalisasi teori pada populasi yamg lebih luas, kerangka konsep, rancangan penelitian, instrument penelitian, dan teknik analisis atau pemodelan data. Penyajiannya dapat dalam bentuk matriks persamaan dan perbedaan penelitian sebelunya.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan penelusuran kepustakaan untuk mengidentifikasi makalah dan buku yang bermanfaat dan ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan serta merujuk pada semua hasil penelitian terdahulu pada bidang tersebut. Tinjauan pustaka disusun berdasarkan tujuan penelitian, pertanyaan penelitian dan masalah yang akan dipecahkan. Sumber yang dipakai dalam tinjauan pustaka harus disebutkan dengan mencantumkan nama penulis dan tahun terbit dengan model Vancouver. Format penyajiannya dimulai tinjuan teori untuk variabel independen, variabel dependen dan keterkaitan antar variabel yang diteliti dengan mengacu pada penelitian sebelumnya.

a. Landasan Teori

Menguraikan kerangka teori yang merujuk pada referensi berbagai ahli tertentu maupun berbagai teori-teori yang ada yang nantinya akan mendasari hasil dan pembahasan secara detail, dapat berupa definisi-definisi atau model matematis yang langsung berkaitan dengan tema atau masalah yang diteliti. Teori-teori yang dirujuk harus mengacu pada variabel-variabel yang diteliti. Dimulai dari penjelasan tema, variabel independen dan variabel dependennya atau faktor-faktor yang diteliti serta dijelaskan teori-teori tersebut untuk mendukung hipotesis yang akan diajukan.

b. Kerangka Teori

Memuat teori-teori atau isu-isu dimana penelitian kita terlibat di dalamnya dan memberikan panduan pada saat peneliti membaca pustaka.Kerangka teori tidak dapat dikembangkan kalau peneliti belum mempelajari pustaka dan sebaliknya kalau peneliti belum mempunyai kerangka teori maka peneliti tidak akan dapat membaca pustaka dengan efektif.

c. Kerangka Konsep Penelitian

Merupakan operasionalisasi keterkaitan antar variabel-variabel yang berasal dari kerangka teori dan biasanya berkonsentrasi pada satu bagian dari kerangka teori. Kerangka konsep menggambarkan aspek-aspek yang telah dipilih dari kerangka teori untuk dijadikan dasar masalah penelitiannya. Jadi kerangka konsep timbul dari kerangka teori dan berhubungan dengan masalah penelitian yang spesifik.

d. Hipotesis

adalah pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka dan merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi. Hipotesis tidak selalu harus ada tergantung pada jenis dan tujuan penelitian. Oleh karena itu hipotesis harus diuji kebenarannya dan pengujiaannya harus mendasarkan pada kaidah-kaidah keilmuan (scientific methods) yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ciri-ciri hipotesis yaitu :

Dinyatakan dalam bentuk pernyataan (statement) bukan kalimat tanya Hipotesis hendaknya berkaitan dengan bidang ilmu yang akan diteliti Hipotesis harus dapat diuji yaitu terdiri dari variable yang dapat diukur dan dapat dibanding-bandingkan sehingga diperoleh hasil yang obyektif Hipotesis hendaknya sederhana dan terbatas ( tidak menimbulkan perbedaan pengertian dan tidak terlalu luas sifatnya )

BAB III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian memuat : jenis penelitian, populasi dan sample penelitian, lokasi dan waktu penelitian, hubungan variable dan definisi operasional, instrumen penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, metode analisis data dan keterbatasan

a. Jenis Penelitian

Berisi langkah-langkah yang akan diambil untuk membuktikan kebenaran hipotesis.

b. Populasi dan Sample

Memuat cara pengambilan sample, besar sample, cara pengumpulan sample, teknik penarikan sample.

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian atau wilayah generalisasi yang terdiri dari subyek maupun obyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Populasi bukan hanya orang, tetapi semua benda yang memiliki sifat atau cirri yang bisa diteliti.

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut

c. Lokasi dan Waktu Penelitian

Aadalah tempat / lokasi penelitian beserta waktu yang dipergunakan melakukan penelitian.

d. Variabel

Adalah keterangan tentang variable atau factor yang diamati atau diteliti dalam suatu penelitian.

e. Definisi Operasional (DO)

DO menjelaskan bagaimana suatu variable akan diukur serta alat ukur apa yang digunakan untuk mengukurnya. Definisi ini mempunyai implikasi praktis dalam proses pengumpulan data. Definisi operasional mendiskripsikan variable sehingga bersifat spesifik (tidak berintegrasi ganda), terukur, menunjukkan sifat atau macam variable sesuai dengan tingkat pengukurannya dan menunjukkan kedudukan variable dalam kerangka teoritis.

f. Teknik Pengumpulan Data

Memuat tentang cara pengumpulan data yang dapat berupa data primer maupun data sekunder. Berdasarkan caranya pengumpulan data dapat berupa observasi, wawancara langsung, angket, pengukuran / pemeriksanaan.

g. Instrument Penelitian

adalah alat ukur penelitian dapat berupa kuesioner, cek list yang digunakan sebagai pedoman observasi dan wawancara atau angket

h. Teknik Pengolahan Data

Bagian ini meruapakan rangkaian cara pengolahan data yang akan dilakukan peneliti sehingga data hasil penelitian dapat menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian

i. Metode Analisis Data

Bagian ini menjelaskan bagaimana seorang peneliti mengubah data hasil penelitian menjadi informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian. Kegiatan analisa data ini meliputi : persiapan, tabulasi dan aplikasi data. Pada tahap analisa data inidapat menggunakan uji statistik jika memang data dlam penelitian tersebut harus diuji dengan uji statistik

j. Keterbatasan

Kelemahan-kelemahan penelitian disajikan sebagai bentuk keterbatasan penelitian. Dalam bab ini disajikan keterbatasan peneliti secara teknis yang mungkin mempunyai dampak secara metodologis maupun substantif, seperti : keterbatasan pengambilan sampel, keterbatasan jumlah sampel, keterbatasan instrumen penelitian, keterbatasan waktu dan sebagainya.

E. DAFTAR PUSTAKA

Daftar Pustaka adalah daftar tentang bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi, proposal penelitian atau proposal tesis. Dalam daftar pustaka dapat dimasukkan tentang pustaka dari buku teks, jurnal, artikel, internet atau kumpulan karangan lain.

F. LAMPIRAN

Pada lampiran disajikan: keterangan atau informasi yang diperlukan pada pelaksanaan penelitian seperti : peta, surat penelitian, kuesioner, atau data lain yang sifatnya melengkapi usulan atau proposal penelitian. Nah demikianlah Teknik penyusunan proposal dan contoh proposal penelitian, semoga bermanfaat.

dari berbagai sumber

Wednesday 29 May 2013

MELAKUKAN OBSERVASI DALAM PENELITIAN

Observasi sendiri awalnya digunakan secara ekstensif dalam penelitian etnografi yang melibatkan catatan lapangan (field notes) yang ekstensif (Van Maanen, 2011). Observasi dapat dilakukan pada beragam konteks di dunia nyata, dan biasanya (meskipun tidak selalu) digabungkan dengan teknik pengumpulan data lain seperti wawancara dan analisis dokumen/arsip.

Terlepas dari beberapa masalah yang menyertainya, termasuk masalah keterbukaan dengan yang diamati dan mendapatkan hak akses yang sulit, menurut Mulhall (2003), observasi mempunyai beberapa manfaat, di antaranya (a) memberikan tilikan (insight) atas interaksi antar elemen atau kelompok; (b) mengilustrasikan keseluruhan fenomena yang diobservasi; (c) menangkap konteks dan process; dan (d) menginformasikan tentang pengaruh lingkungan fisik. Observasi juga dapat digunakan untuk membandingkan apa yang orang katakan dan orang lakukan atau kenyataannya (Mulhall, 2003). Observasi dapat memvalidasi keterangan informan dengan membandingkannya dengan hasil observasi.

Salah satu contoh artikel favorit yang menggunakan observasi adalah Barley (1990). Barley sekarang adalah profesor di Stanford University dan mendapatkan PhD dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Observasi tersebut dilakukan ketika dia menempuh program PhD di MIT terhadap penggunaan teknologi (seperti CT scan, radiografi, dan ultrasound) oleh radiologis. Dia melakukan observasi selama setahun, empat hari sepekan, mulai jam 8-9 pagi sampai 6-7 jam sesudahnya; dengan hanya ‘libur’ selama tujuh pekan di antaranya. Setiap hari dia menghasilkan 20 halaman catatan lapangan atau total setebal 2500 halaman catatan lapangan spasi tunggal selama penelitian. Tujuan penelitian Barley adalah melihat bagaimana teknologi digunakan oleh radiologis dan bagaimana teknologi tersebut mempengaruhi struktur sosial melalui proses negosiasi dan interaksi. Ini adalah penelitian yang luar biasa karena menggunakan tiga macam perbandingan: antar rumah sakit, antar teknologi, dan antar waktu. Padahal, melakukan salah satu saja sudah cukup untuk mendapatkan predikat PhD.

Observasi, terutama yang melibatkan keterlibatan yang ‘dekat’ seperti contoh di atas, sangat menyita waktu. Bandingkan misalnya dengan survei yang bahkan bisa dilakukan dengan membayar enumerator. Selain itu, ada risiko ‘terhanyut’ ke dalam pandangan orang yang diamati dan tidak bisa menjaga interpretasi yang segar atas fenomena yang diobservasi (Walsham, 2006).

Catatan lapangan sangat sentral posisinya dalam observasi. Menurut Eisenhardt (1989) praktik yang baik dalam membuat catatan lapangan adalah dengan menuliskan apapun kesan yang muncul, karena kita tidak tahu catatan mana yang akan bermanfaat kemudian. Bisa jadi, yang tadinya kita anggap tidak bermanfaat dan tidak akan digunakan, justru menarik untuk dianalisis. Praktik yang baik lainnya, ketika membuat catatan lapangan, adalah dengan selalu mengajuan pertanyaan “apa yang saya pelajari?”, atau “apa yang beda dengan kasus sebelumnya?”.

Lebih spesifik, apa yang dapat ditulis dalam catatan lapangan? Mulhall (2003) memberikan daftar berikut:
  1. Karakteristik struktur dan organisasi (bentuk bangunan, fasilitas, serta lingkungan di sekitarnya dan bagaimana digunakan)
  2. Orang (bagaimana mereka berperilaku, berinteraksi, berpakaian, dan bergerak)
  3. Aktivitas harian
  4. Kejadian khusus (misal bagaimana rapat dilakukan, apa yang dibahas)
  5. Dialog yang terjadi
  6. Diari kejadian harian secara kronologis (baik di lapangan atau sebelum memasuki lapangan, misalnya terkait dengan proses mendapatkan akses)
  7. Diari refleksi personal (termasuk kesan/refleksi personal selama di lapangan)
Satu hal lagi perlu ditambahkan di sini. Jika mengambil gambar atau merekam dengan video diijinkan, lakukan. Ini akan merekam banyak hal yang tidak bisa dibuat dalam catatan lapangan. Apa yang Anda bayangkan ketika melihat gambar berikut. Gambar pertama adalah Dinas Perizinan di Yogyakarta, kedua Kantor Pelayanan Terpadu di Sragen, dan ketiga petani pengguna ponsel di kebun jagung di Bantul. 



Di sini, adagium ‘a picture is worth a thousand words’ berlaku. Namun gambar atau video yang direkam harus diinterpretasikan oleh peneliti dalam melakukan analisis data. Apalagi saat ini, paket software untuk analisis data kualitatif, seperti NVivo memfasilitasi analisis data dalam beragam bentuk, mulai dari teks, audio, gambar, sampai dengan video.

Pengalaman para ahli menunjukkan bahwa seringkali ketika melakukan observasi, terlintas bagaimana informasi yang saya dapat akan dianalisis kemudian. Termasuk di dalamnya kita perlu membuat skema hubungan antarkonsep, kategorisasi konsep, dan lain-lain, yang bisa saja jadikan rujukan dalam proses analisis.

Daftar Bacaan

Barley, S. R. (1990). Images of imaging: Notes on doing longitudinal field work. Organization Science, 1(3), 220-247.
Eisenhardt, K. M. (1989). Building theories from case study research. Academy of Management Review, 14(4), 532-550.
Fathul Wahid.  2012.  Melakukan observasi. Publikasiinternasional.
Mulhall, A. (2003). In the field: notes on observation in qualitative research. Journal of Advanced Nursing, 41(3), 306-313.
Van Maanen, J. (2011). Tales of The Field: On Writing Ethnography. University of Chicago Press.
Walsham, G. (2006). Doing interpretive research. European Journal of Information Systems, 15(3), 320-330.

Monday 27 May 2013

BEBERAPA KESALAHAN DALAM ANALISIS DATA

Analisis data kuantitatif dalam penelitian positivis yang melibatkan kuesioner terkadang terlihat sepele. Ada buku dan manual yang bisa diikuti.  Semuanya terlihat sempurna. Ada tabel dan angka yang bisa disalin-dan-ditempel dalam laporan atau artikel. Benarkan demikian? Belum tentu.

Ada banyak kesalahan yang dijumpai ketika membaca beragam dokumen ilmiah, baik itu skripsi atau tesis mahasiswa maupun artikel. Beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam analisis data kuantitatif dari kuesioner. Kesalahan juga kadang terkait dengan formulasi pertanyaan dalam kuesioner.


Pertama adalah kesalahan dalam memilih tingkat pengukuran (level of measurement): nomimal, ordinal, interval, atau ratio. Dalam SPSS, misalnya, hanya dikenal tiga jenis data: categorical, ordinal, dan scale. yang terakhir digunakan untuk mengakomodasi data interval dan ratio.

Contoh data nominal adalah jender. Hanya ada dua(?) kemungkinan: pria dan wanita. Contoh lain adalah golongan darah. Contoh data ordinal adalah jenjang pendidikan; mulai sekolah dasar dampai dengan universitas. Kita bisa mengurutkan data ini; dengan menyimpulkan, misalnya pendidikan si A lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan si A. Contoh data interval adalah suhu (dalam Celcius, bukan dalam Kelvin) atau penghasilan. Kita bisa ‘membandingkan’ nilai internal, misalnya dengan mengatakan penghasilan si A dua kali penghasilan penghasilan si B. Contoh data ratio adalah suhu tetapi dalam derajat Kelvin atau Fahrenheit, di mana nilai 0 (nol) di sana berbeda dengan 0 (nol) dalam sistem Celcius. Dalam sistem Celcius (data interval), kita bisa menyimpulkan bahwa 100 derajat adalah dua kali lebih panas dibandingkan 50 derajat. Tidak demikian halnya dengan 100 dan 50 derajat Kelvin, karena acuan nilai derajat Kelvin atau Fahrenheit tidak dimulai dengan 0 (nol).

Apa akibat pemilihan tingkat pengukuran ini? Ini terkait kesalahan kedua, kesalahan dalam memilih teknik statistik deskriptif. Tidak teknik analisis statistik dapat diaplikasikan untuk semua data. Sebagai contoh, kita tidak bisa menghitung rata-rata data nominal dan ordinal seperti contoh di atas. Anda tetap ingin tetap menghitung rata-rata? Untuk data nomimal tidak ada peluang, tetapi untuk data ordinal *kadang* masih ada peluang. Sebagai contoh, untuk jenjang pendidikan, kita bisa mengkonversinya dengan berapa lama dibangku pendidikan (schooling years) — dalam bentuk interval — karena kita tahu lama pendidikan setiap jenjang. Bagaimana jika yang kita buat dalam bentuk ordinal adalah tingkat penghasilan (misal a. <1 juta; b. 1-2 juta; dst)? Kita tidak bisa mengkonversikannya dalam bentuk internal, dan akibatnya kita tidak bisa menghitung rata-rata. Apa solusinya? Dalam kuesioner, tanyakan besar penghasilan, tetapi biarkan responden yang mengisinya tanpa kita memberikan pilihan. Lebih sulit bagi responden? Mungkin. Lebih tidak pasti? Bisa jadi. Tetapi bukankah dengan data ordinal, responden juga melakukan perkiraan.

Ketiga, masih terkait dengan kesalahan kedua, yaitu kesalahan dalam memilih teknik statistik untuk analisis multivariate. Sebagai contoh, kita tidak bisa menggunakan regresi biasa ketika variabel dependennya dalam bentuk nominal (misal untuk kasus adopsi: ya dan tidak yang diwakili oleh angka 0 dan 1). Kadang saya temukan penelitian yang ‘hantam kromo’ dalam menggunakan regresi berganda (multiple regression). Begitu juga halnya untuk analisis korelasi. Analisisi korelasi Pearson, misalnya didesain untuk data interval. Chi kuadrat digunakan untuk data nominal atau ordinal. Bagaimana kalau yang satu interval dan satunya lagi nominal? Komparasi rata-rata dengan uji t mungkin alternatifnya.

Keempat, seringkali peneliti tidak menguji reliabilitas dan validitas intrumen penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data dari responden. Validitas pengukuran terkait dengan ketepatan alat untuk mengukur yang kita ingin ukur. Sebagai contoh, kilometer adalah alat ukur yang valid untuk menghitung jarak di Jakarta, dan bukan waktu. Pertanyaan yang memberikan jawaban yang valid adalah ‘berapa kilometer jarak antara Monas dan Grogol’ dan bukan ‘berapa jam jarak antara Monas dan Grogol’. Reliabilitas tekait dengan konsitensi hasil pengukuran. Jika kita gunakan penggaris dari besi atau plastik untuk mengukur panjang meja, kita akan menghasilkan panjang yang sama meski kita lakukan berulang kali. Penggaris ini adalah alat ukur yang reliabel. Bagaimana kalau penggarisnya dari bahwa yang lentur seperti karet? Hasil yang berbeda bisa kita dapatkan. Penggaris karet bukan alat ukur yang valid. Contoh lain adalah soal untuk ujian TOEFL. Jika seseorang mengikuti tes TOEFL dua kali dalam sebulan (meski nampaknya tidak boleh), bisa jadi nilai yang didapatkan berbeda. Jika ini kasusnya, kita bisa mengatakan bahwa ujian TOEFL adalah alat ukur kemampuan bahasa Inggris yang valid, tetapi reliabilitasnya bisa didiskusikan.

Dalam penelitian positivis, pastikan kita melakukan uji ini, jika dalam instrumen kita mengukur sebuah konstruk yang terdiri dari beberapa item/pertanyaan untuk mengukurnya. Uji reliablitas bisa dilakukan dengan menghitung Cronbach’s alpha untuk setiap konstruk. Namun, sebelumnya lakukan uji validitas; misalnya dengan factor analysis baik itu confirmatory (jika intrument pernah digunakan atau dikembangkan dengan asumsi teoretikal tertentu, dan jumlah kontruk yang diharapkan sudah diketahu) atau explanatory (untuk instrumen baru). Namun tunggu sebentar. Tidak semua kontruk bisa duji relibalitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha.
Ini kesalahan yang kelima. Cronbach’s alpha hanya diaplikasikan jika konstruk bersifat reflektif dalam item yang digunakan untuk mengukurnya. Contoh konstruk adalah ‘ease of use‘ dalam Technology Acceptance Model (TAM). Konstruk ‘ease of use‘ dioperasionalkan dengan beberapa item yang menggambarkannya, seperti terkait dengan tiadanya usaha yang keras dan kecilnya pengetahuan yang dibutuhkan. Lain halnya jika konstruk yang diukur adalah ‘status sosial’ yang terdiri dari beragam item, misalnya pendidikan, penghasilan, jabatan, dan lain-lain. Konstruk terakhir bersifat formatif, dan nilai kumulatif semua item membentuk sebuah indeks. Dalam kasus ini, Cronbach’s alpha tidak bisa diaplikasikan.

Untuk melakukan uji ini, jika kita menggunakan SPSS, beragam uji harus dilakukan terpisah. Tetapi jika kita gunakan analisis SEM atau PLS, dengan software yang tepat (misalnya SmartPLS), semua analisis, mulai dari uji reliabilitas dan validitas, sampai dengan regresi dapat dilakukan sekaligus.
Masih banyak kesalahan lain yang sering saya jumpai. Lima kesalahan di atas, menurut saya sangat mendasar, dan bisa dengan mudah dihindari dengan sedikit peduli dengan ‘filosofi’ di balik setiap konsep dalam statistik yang ada.

sumber:

Fathul Wahid.  2012.   Beberapa kesalahan analisia data dalam penelitian positivisme.. Publikasiinternasional





BAGAIMANA LANGKAH-LANGKAH MENGANALISIS DATA?

Menganalisis data adalah proses memaknainya. Bagi kebanyakan peneliti, menganalisis data juga proses menggali cerita yang terpendam dalam data. Menganalisis adalah proses ‘memeras’ data sehingga keluar intinya, atau proses ‘menyiksa’-nya sehingga ‘mengaku’.

Untuk penelitian positivistik yang melibatkan survei dengan kuesioner yang didominasi pertanyaan tertutup, beragam software dapat digunakan: mulai dari SPSS, Lisrel, AMOS, SmartPLS, Minitab, dan lain-lain. Pilihan kita akan sangat tergantung dengan karakteristik data dan analisis apa yang ingin dilakukan. Meski sudah tersedia software yang memudahkan analisis, seorang peneliti seharusnya tetap mengetahui konsep di belakang setiap metode yang digunakan. Tanpa pengetahuan ini, hasil analisis statistik akan tampil tidak lebih dari deretan angka tanpa makna.

Lain halnya ketika kita melakukan penelitian interpretif, seperti ilustrasi pada pembuka tulisan ini. Bagi saya, menganalisis data seperti ini jauh lebih menantang. Perlu waktu yang lebih lama dan kerja intelektual yang lebih melelahkan. Ada banyak cara menganalisisnya atau sering disebut dengan proses ‘sensemaking’. Strategi ‘sensemaking’ yang ditawarkan oleh Langley (1999) dapat dijadikan rujukan. Menurutnya, ada beragam strategi: (1) narrative strategy; (2) quantification strategy; (3) alternate templates strategy; (4) grounded theory strategy; (5) visual mapping strategy; (6) temporal bracketing strategy; dan (7) synthetic strategy. (1) strategi naratif, (2) strategi kuantifikasi, (3) strategi template alternatif, (4) strategi grounded theory, (5) strategi pemetaan visual, (6) strategi bracketing duniawi; dan (7) strategi sintetik Strategi ini akan sangat terkait dengan data yang kita punyai dan cerita apa yang kita harapkan.

Mengakrabkan diri dengan hasil transkrip wawancara dan dokumen lain adalah langkah awalnya. Tidak jarang kita perlu membacanya berulang kali untuk menangkap ‘jalinan cerita’ antar dokumen (termasuk transkrip wawancara). Jika kita termasuk yang merasa nyaman dengan teknologi sederhana, bisa gunakan stabilo untuk menandai, misalnya. Bisa juga dengan memberikan kode di sisi kalimat atau rangkaian kalimat yang menunjuk pada konsep tertentu. Proses ‘sensemaking’ dilakukan di ‘kepala’. Jika data kita tidak cukup terstruktur dan tidak terlalu banyak, teknik ini nampaknya masih bisa berjalan baik.

Saya sendiri mengadopsi teknik ini. Tidak jarang di ruang kerja saya pasang kertas ukuran besar untuk menggambar hubungan antar konsep yang ditemukan di dokumen. Gambar bisa berubah setiap saat sebagai bagian dari upaya menemukan ‘alur cerita’ yang lebih masuk akal atau lebih menarik. Kita juga bisa menggunakan kertas post-it yang setiapnya mewakili satu konsep. Kita bisa dengan mudah atur ulang posisinya untuk menggambarkan sebuah cerita yang ingin kita tampilkan dalam artikel.

Ketika data yang kita punyai cukup besar dan kita lebih merasa nyaman menggunakan komputer, saat ini di pasaran sudah beredar beragam software untuk analisis data kualitatif. Beberapa di antaranya adalah NVivo, HyperResearch, ATLAS.ti, atau Nudist. Dengan menggunakan software ini kita bisa menandai dokumen yang mewakili sebuah konsep. Software juga memfasilitasi pengelompokan konsep, menyusun konsep dalam urutan tertentu, dan dapat membantu dalam memberikan gambaran antar konsep. Versi mutakhir beberapa software tidak mengharuskan transkripsi wawancara tersebut dahulu. Rekaman wawancara dapat langsung dianalisis dengan menandai bagian wawancara yang mewakili konsep tertentu.

Tentu saja, seringkali analisis data tidak merupakan proses sekali jalan. Beragam skenario kadang bisa kita aplikasikan. Beragam cerita pun bisa muncul ke permukaan. Setiap artikel seharusnya menarasikan sebuah cerita, dan cerita tersebut adalah hasil dari analisis data.

Daftar Bacaan

Fathul Wahid. 2012.  Menganalisis data.  publikasiinternasional

Langley, A. (1999). Strategies for theorizing from process data. Academy of Management Review, 24(4), 691-710.

BAGAIMANA MELAKUKAN SURVAI?

Salah satu metode pengumpulan data paling populer dalam penelitian positivis adalah survai menggunakan kuesioner. Penelitian positivis biasanya melibatkan proposisi formal, variabel yang dapat dikuantifikasi, dan pengujian hipotesis (Orlikowski dan Baroudi, 1991). Metode ini terlihat sederhana, dan karenanya sering disepelekan. Kenyataanya tidak demikian.

Berdasar pengalaman dalam membaca dan mereview artikel jurnal atau konferensi, ada beragam isu yang bisa didiskusikan. Setiap isu ini hanya akan didiskusikan dengan singkat dan disertai dengan ilustrasi praktik.

Pertama, penelitian positivis biasanya mengembangkan model penelitian yang menggambarkan hubungan antarvariabel. Penelitian seringkali membangun model dengan memasukkan variabel dari beragam sumber (e.g., teori, model, konsep, dan lain-lain). Masalah yang sering saya temukan adalah lemahnya argumen yang digunakan ketika membangun model. Variabel yang biasanya direpresentasikan dalam bentuk ‘kotak’ dalam model seringkali berasal dari sumber lain yang mempunyai asumsi berbeda-beda ketika dikembangkan. Proses ini menurut saya mirip dengan masalah menggabungkan beragam ‘lensa teorietis’ ke dalam sebuah penelitian (Okhuysen dan Bonardi, 2011). Ada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan. Di antaranya adalah kedekatan ‘lensa’ yang akan digunakan, termasuk asumsi dasar yang digunakan ketika ‘lensa’ tersebut dikembangkan . Sebagai contoh, memasukkan variabel yang didasari oleh teori yang mengandaikan bahwa ‘manusia selalu rasional’, dan lainnya yang didasari oleh teori yang mengasumsikan bahwa ‘manusia tidak selalu rasional’, memerlukan argumen yang kuat.



Kedua, setiap variabel yang digunakan seharusnya didefinisikan dengan jelas. Definisi ini akan mempengaruhi dalam tahap operasionalisasinya ke dalam item-item yang mengukurnya. Kadang saya menemukan antara definisi operasional dan item-item yang dikembangkan tidak ‘klop’.  Bisa jadi, masalah ini mungkin karena praktik membuat ‘montase’ dari beragam sumber tanpa mempertimbangkan isu pertama di atas. Item-item tersebut dapat bersumber dari konsep atau teori  yang ada atau dari proses wawancara atau observasi di lapangan.

Dalam konteks ini, pertimbangkan dengan baik tingkat pengukuran setiap (level of measurement) variabel (nominal, ordinal, interval atau rasio) dan jika digunakan, juga poin dalam skala Likert (biasanya ganjil, seperti 5 dan 7). Yang terakhir ini, sesuaikan dengan derajat variasi jawaban yang Anda harapkan. Kesalahan fatal lain yang perlu dihindari adalah, jika penelitian Anda ingin menguji hubungan antarvariable, jangan sekali-kali menanyakan hubungan variabel ini di dalam kuesiober kepada responden. Ukur setiap variabel secara terpisah. Kesalahan dapat menentukan tingkat pengukuran akan mempengaruhi fleksibitas dalam analisis data. Sebagai contoh, regresi ganda tidak bisa digunakan jika variabel dependen diukur secara dikotomis (nominal). Uji korelasi Spearman, misal lain, tidak bisa digunakan untuk data nominal, dan seterusnya.

Ketiga, uji instrumen seringkali tidak dilakukan secara memadai. Seharusnya, sebelum kuesioner didistribusikan secara massal harus sudah diuji dengan baik. Pengujian dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas instrumen. Instrumen kemudian dapat diperbaiki dengan beragam tindaklanjut: penambahan, penghapusan, dan/atau pengubahan item. Mengapa pengujian ini penting sebelum survei massal? Tidak seperti penelitian interpretif yang memungkinkan kita kembali ke ‘lapangan’ setiap saat untuk menambah data, penelitian positivis adalah proses ‘sekali jalan’. Ketika kuesioner yang disebarkan ‘salah’, maka data yang didapatkan pun menajdi bermasalah. Memang ketika misalnya, ada tambahan item yang ditanyakan, bisa dilakukan penyebaran ulang, tetapi apakah ini dapat menjamin kalau akan didapatkan respon yang sama? Jika distribusi kuesioner dibuat dalam dua atau lebih bahasa, ada baiknya dilakukan uji potensi bias dari respons yang didapat.

Keempat, jika populasi responden diketahui dengan daftar yang jelas, maka Anda patut bersyukur. Namun di lapangan, seringkali tidak demikian halnya. Ini terkait dengan penelitian sampel dan metode sampling. Apapun metode sampling yang dipilih, pastikan Anda mempunyai argumen mengapa metode ini dianggap tepat untuk penelitian Anda. Jumlah sampel yang didapat seringkali juga tidak sebanyak yang diharapkan karena response rate yang rendah. Untuk ini, metode analisis statistik juga perlu dipilih dengan tepat.
Kelima, di lapangan seringkali dibutuhkan strategi untuk memperbaiki response rate. Beragam strategi dapat digunakan, termasuk dengan surat, sebar-dan-kumpul, wawancara langsung, wawancara telpon, atau online. Pilihan strategi biasanya tergantung dengan responden yang disasar dan sebarannya.

Sebagai penutup, rumus sederhana untuk setiap isu di atas adalah: untuk setiap pilihan yang dibuat, berikan argumen yang kuat. Dengan pemikiran demikian, kesalahan atau stres ketika melakukan penelitian dapat diminimalkan.

Daftar Bacaan

Fathul Wahid.  2012. Melakukan survei. publikasiinternasional.

Okhuysen, G., & Bonardi, J. P. (2011). The challenges of building theory by combining lenses. Academy of Management Review, 36(1), 6-11.
Orlikowski, W. J., & Baroudi, J. J. (1991). Studying information technology in organizations: Research approaches and assumptions. Information Systems Research, 2(1), 1-28.

BAGAIMANA MENULIS ABSTRAK?

Abstrak meskipun berada di bagian awal artikel, biasanya juga ‘ditulis lengkap’ ketika artikel sudah diselesaikan. Hal ini bukan berarti harus menunggu tulisan selesai baru menulis abstrak. ‘Memulai’ menulis abstrak di awal penulisan akan sangat bermanfaat, untuk meyakinkan diri kita bahwa kita mengetahui dengan pasti apa yang kita akan tuliskan dalam artikel (Walsham, 2006). Dalam praktik, abstrak sangat mungkin mengalami penyesuaian di ‘sana-sini’ setelah seluruh artikel diselesaikan.


Nampaknya saat ini, hampir semua publikasi ilmiah termasuk tesis dan disertasi mensyaratkan adanya abstrak. Mengapa abstrak penting? Abtrak adalah bagian artikel yang paling sering dibaca setelah judul. Jika setelah membaca abstrak, seorang pembaca tidak tertarik, jangan harap artikel kita akan dibaca. Meminjam bahasa iklan, abstrak sangat penting untuk memberikan kesan pertama, selanjutnya terserah pembaca. Tentu, dalam etika akademik, kesan dalam abstrak bukan kesan palsu, untuk sekedar untuk ‘tebar pesona’. Bukan.
Ingat, abstrak bukanlah pendahuluan. Sepeti namanya, abstrak adalah ringkasan, ikhtisar. Day (1975) memberikan arahan yang simpel dan jelas tentang apa yang seharusnya dalam abstrak yang panjangnya biasanya tidak lebih dari 200-250 kata ini. Dari sisi konten, abstrak seharusnya berisi:

1. Menunjukkan tujuan dan lingkup penelitian/kajian
2. Memberikan gambaran metode yang digunakan
3. Merangkum temuan penelitian
4. Menyatakan kesimpulan utama penelitian

Karena seringkali penulis berperilaku sangat mekanistik yang mengawali abstrak dengan “This study aims to … ” atau sejenisnya, saya temukan panduan jurnal yang bahkan secara eksplisit ‘melarangnya’, dan meminta penulis lebih kreatif dalam menulis abstrak. Alasannya sebetulnya sangat sederhana, supaya abstrak tidak sangat kaku dan menjadi tidak menarik. Bayangkan saja, makan enak dengan menu yang sama saja, membuat kita bosan, apalagi membaca abstrak yang monoton sambil berpikir. Pasti dijamin lebih membosankan.

Klein et al. (2006) secara metaforis menyatakan bahwa fungsi abstrak adalah seperti membawa kuda masuk ke air, untuk minum. Menurut mereka ada tiga hal yang perlu diperhatikan ketika menulis abstrak dari sisi kualitas. Supaya pembaca tertarik meneruskan membaca artikel, maka ketika membaca abstrak, pembaca seharusnya menilai bahwa abstrak dianggap penting (important), terakses (accessible) – ide yang disampaikan mudah dipahami, dan applicable – dapat diterapkan dalam penelitian atau pekerjaan yang sedang dijalankan.

Apakah abstrak yang pernah kita tulis memenuhi kriteria konten dan kualitas di atas? Jika tidak, tidak usah kaget dan sedih ketika hanya sedikit – atau bahkan tidak ada pembaca – yang tertarik dengan artikel kita. Jika demikian, tidak perlu banyak berharap bahwa artikel yang kita tulis dikutip orang lain. Meski demikian, nasihat orang bijak menyatakan: teruslah meneliti dan menulis … dan selalu berusaha menulis abstrak yang baik.

Daftar Bacaan
Day, R. (1975). How to write a scientific paper. IEEE Transaction on Professional Communication, 41(7), 486-494.
Fathul Wahid. 2012. Menulis Abstrak. publikasiinternasional.wordpress.com
Klein, G., Jiang, J., dan Saunders, C. (2006). Leading the horse to water. Communications of the Association for Information Systems, 18(1). Available at: http://aisel.aisnet.org/cais/vol18/iss1/13.
Walsham, G. (2006). Doing interpretive research. European Journal of Information Systems, 15(3), 320-330