Analisis
data kuantitatif dalam penelitian positivis yang melibatkan kuesioner
terkadang terlihat sepele. Ada buku dan manual yang bisa diikuti. Semuanya terlihat sempurna. Ada tabel dan angka yang bisa
disalin-dan-ditempel dalam laporan atau artikel. Benarkan demikian?
Belum tentu.
Ada banyak kesalahan yang dijumpai ketika membaca beragam dokumen
ilmiah, baik itu skripsi atau tesis mahasiswa maupun artikel. Beberapa kesalahan
yang sering terjadi dalam analisis data kuantitatif dari kuesioner.
Kesalahan juga kadang terkait dengan formulasi pertanyaan dalam
kuesioner.
Pertama adalah kesalahan dalam memilih tingkat pengukuran (level of measurement):
nomimal, ordinal, interval, atau ratio. Dalam SPSS, misalnya, hanya
dikenal tiga jenis data: categorical, ordinal, dan scale. yang terakhir
digunakan untuk mengakomodasi data interval dan ratio.
Contoh data nominal adalah jender. Hanya ada dua(?) kemungkinan: pria
dan wanita. Contoh lain adalah golongan darah. Contoh data ordinal
adalah jenjang pendidikan; mulai sekolah dasar dampai dengan
universitas. Kita bisa mengurutkan data ini; dengan menyimpulkan,
misalnya pendidikan si A lebih tinggi dibandingkan dengan pendidikan si
A. Contoh data interval adalah suhu (dalam Celcius, bukan dalam Kelvin)
atau penghasilan. Kita bisa ‘membandingkan’ nilai internal, misalnya
dengan mengatakan penghasilan si A dua kali penghasilan penghasilan si
B. Contoh data ratio adalah suhu tetapi dalam derajat Kelvin atau
Fahrenheit, di mana nilai 0 (nol) di sana berbeda dengan 0 (nol) dalam
sistem Celcius. Dalam sistem Celcius (data interval), kita bisa
menyimpulkan bahwa 100 derajat adalah dua kali lebih panas dibandingkan
50 derajat. Tidak demikian halnya dengan 100 dan 50 derajat Kelvin,
karena acuan nilai derajat Kelvin atau Fahrenheit tidak dimulai dengan 0
(nol).
Apa akibat pemilihan tingkat pengukuran ini? Ini terkait kesalahan kedua,
kesalahan dalam memilih teknik statistik deskriptif. Tidak teknik
analisis statistik dapat diaplikasikan untuk semua data. Sebagai contoh,
kita tidak bisa menghitung rata-rata data nominal dan ordinal seperti
contoh di atas. Anda tetap ingin tetap menghitung rata-rata? Untuk data
nomimal tidak ada peluang, tetapi untuk data ordinal *kadang* masih ada
peluang. Sebagai contoh, untuk jenjang pendidikan, kita bisa
mengkonversinya dengan berapa lama dibangku pendidikan (schooling years)
— dalam bentuk interval — karena kita tahu lama pendidikan setiap
jenjang. Bagaimana jika yang kita buat dalam bentuk ordinal adalah
tingkat penghasilan (misal a. <1 juta; b. 1-2 juta; dst)? Kita tidak
bisa mengkonversikannya dalam bentuk internal, dan akibatnya kita tidak
bisa menghitung rata-rata. Apa solusinya? Dalam kuesioner, tanyakan
besar penghasilan, tetapi biarkan responden yang mengisinya tanpa kita
memberikan pilihan. Lebih sulit bagi responden? Mungkin. Lebih tidak
pasti? Bisa jadi. Tetapi bukankah dengan data ordinal, responden juga
melakukan perkiraan.
Ketiga, masih terkait dengan kesalahan kedua, yaitu kesalahan dalam memilih teknik statistik untuk analisis multivariate.
Sebagai contoh, kita tidak bisa menggunakan regresi biasa ketika
variabel dependennya dalam bentuk nominal (misal untuk kasus adopsi: ya
dan tidak yang diwakili oleh angka 0 dan 1). Kadang saya temukan
penelitian yang ‘hantam kromo’ dalam menggunakan regresi berganda (multiple regression).
Begitu juga halnya untuk analisis korelasi. Analisisi korelasi Pearson,
misalnya didesain untuk data interval. Chi kuadrat digunakan untuk data
nominal atau ordinal. Bagaimana kalau yang satu interval dan satunya
lagi nominal? Komparasi rata-rata dengan uji t mungkin alternatifnya.
Keempat, seringkali peneliti tidak menguji
reliabilitas dan validitas intrumen penelitian yang digunakan untuk
mendapatkan data dari responden. Validitas pengukuran terkait dengan
ketepatan alat untuk mengukur yang kita ingin ukur. Sebagai contoh,
kilometer adalah alat ukur yang valid untuk menghitung jarak di Jakarta,
dan bukan waktu. Pertanyaan yang memberikan jawaban yang valid adalah
‘berapa kilometer jarak antara Monas dan Grogol’ dan bukan ‘berapa jam
jarak antara Monas dan Grogol’. Reliabilitas tekait dengan konsitensi
hasil pengukuran. Jika kita gunakan penggaris dari besi atau plastik
untuk mengukur panjang meja, kita akan menghasilkan panjang yang sama
meski kita lakukan berulang kali. Penggaris ini adalah alat ukur yang
reliabel. Bagaimana kalau penggarisnya dari bahwa yang lentur seperti
karet? Hasil yang berbeda bisa kita dapatkan. Penggaris karet bukan alat
ukur yang valid. Contoh lain adalah soal untuk ujian TOEFL. Jika
seseorang mengikuti tes TOEFL dua kali dalam sebulan (meski nampaknya
tidak boleh), bisa jadi nilai yang didapatkan berbeda. Jika ini
kasusnya, kita bisa mengatakan bahwa ujian TOEFL adalah alat ukur
kemampuan bahasa Inggris yang valid, tetapi reliabilitasnya bisa
didiskusikan.
Dalam penelitian positivis, pastikan kita melakukan uji ini, jika
dalam instrumen kita mengukur sebuah konstruk yang terdiri dari beberapa
item/pertanyaan untuk mengukurnya. Uji reliablitas bisa dilakukan
dengan menghitung Cronbach’s alpha untuk setiap konstruk. Namun,
sebelumnya lakukan uji validitas; misalnya dengan factor analysis baik itu confirmatory
(jika intrument pernah digunakan atau dikembangkan dengan asumsi
teoretikal tertentu, dan jumlah kontruk yang diharapkan sudah diketahu)
atau explanatory (untuk instrumen baru). Namun tunggu sebentar. Tidak semua kontruk bisa duji relibalitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha.
Ini kesalahan yang kelima. Cronbach’s alpha hanya
diaplikasikan jika konstruk bersifat reflektif dalam item yang digunakan
untuk mengukurnya. Contoh konstruk adalah ‘ease of use‘ dalam Technology Acceptance Model (TAM). Konstruk ‘ease of use‘
dioperasionalkan dengan beberapa item yang menggambarkannya, seperti
terkait dengan tiadanya usaha yang keras dan kecilnya pengetahuan yang
dibutuhkan. Lain halnya jika konstruk yang diukur adalah ‘status sosial’
yang terdiri dari beragam item, misalnya pendidikan, penghasilan,
jabatan, dan lain-lain. Konstruk terakhir bersifat formatif, dan nilai
kumulatif semua item membentuk sebuah indeks. Dalam kasus ini,
Cronbach’s alpha tidak bisa diaplikasikan.
Untuk melakukan uji ini, jika kita menggunakan SPSS, beragam uji
harus dilakukan terpisah. Tetapi jika kita gunakan analisis SEM atau
PLS, dengan software yang tepat (misalnya SmartPLS), semua analisis,
mulai dari uji reliabilitas dan validitas, sampai dengan regresi dapat
dilakukan sekaligus.
Masih banyak kesalahan lain yang sering saya jumpai. Lima kesalahan
di atas, menurut saya sangat mendasar, dan bisa dengan mudah dihindari
dengan sedikit peduli dengan ‘filosofi’ di balik setiap konsep dalam
statistik yang ada.
sumber:
Fathul Wahid. 2012. Beberapa kesalahan analisia data dalam penelitian positivisme.. Publikasiinternasional
No comments:
Post a Comment